BBPP Kementan Ajak Petani Bijak Dalam Kelola Lahan Pertanian 

JAKARTA, lintasbanua.com – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) mengajak petani menjaga lahan pertanian dengan tidak melakukan pupuk berlebihan.

Ajakan itu disampaikan Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi pada soft opening Pelatihan Sejuta Petani dan Penyuluh Vol. 7 Tahun 2023, yang mengangkat tema Pertanian Ramah Lingkungan, Rabu (26/07/2023).

Sebelumnya, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengatakan peningkatan produksi pertanian harus keberlanjutan dengan menjaga ekosistem agar tetap sehat dan terhindar dari eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.

Pertanian ramah lingkungan juga sejalan dengan pertanian berkelanjutan yang merupakan implementasi dari RPJMN Prioritas Nasional 6 tentang membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim, serta pembangunan rendah karbon.

”Bentuk-bentuk penerapan pertanian ramah lingkungan antara lain pertanian cerdas iklim (Climate Smart Agriculture/CSA), pertanian terintegrasi (integrated farming), serta pertanian organik,” jelas Mentan SYL.

Menanggapi hal itu, Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi mengajak petani dan seluruh insan pertanian agar memperlakukan lahan pertanian dengan bijak.

”Mari kita perlakukan tanah-tanah sawah kita, tanah sayuran kita, tanah hortikultura kita secara bijak, jangan ada lagi pupuk dan pestisida berlebihan,” ucapnya.

Dedi mengatakan apabila pengelolaan lahan pertanian secara ugal-ugalan, yakni mengunakan pupuk dan pestisida berlebihan dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas tanah.

Hal itu juga dapat menyebabkan boomerang ekologis, yakni munculnya hama dan penyakit seperti yang pernah terjadi sebelumnya, yaitu serangan hama wereng, ulat bulu, termasuk La Lina dan El Nino berkepanjangan.

“Apalagi saat ini setelah pandemi Covid-19, ada fenomena climate change ditambah perang Rusia dengan Ukraina membuat harga pupuk semakin mahal, harga pestisida juga mahal, dan harga prasarana produksi juga mahal,” jelas Dedi.

Maka dari itu pertanian ramah lingkungan harus diimplementasikan untuk keberlanjutan pembangunan pertanian. Terlebih dunia saat ini dalam bayang-bayang krisis pangan global.

Untuk diketahui, India, yang merupakan pengekspor beras terbesar di dunia telah melarang ekspor komoditas pangannya sebagai langkah antisipasi krisis pangan global.

”Saya yakin Vietnam sebagai sentra produksi dunia, termasuk Amerika Serikat (AS) sentara komoditas kedelai dan jagung, termasuk Australia sentra produksi daging sapi kelak akan melakukan hal yang sama karena khawatir krisis pangan global,” pungkasnya.

Terpisah, Kepala BBPP Binuang, Bambang Haryanto menambahkan bahwa penggunaan bahan-bahan kimia secara berlebihan, tidak akan meningkatkan hasil serta kualitas pertanian.

Oleh karena itu, salah satu sektor yang diperhatikan pemerintah agar bisa menerapkan konsep pertanian ramah lingkungan adalah pada lahan pertanian intensif.

“Tinggal implementasinya harus dilakukan secara masif di seluruh Indonesia, termasuk di lahan-lahan pertanian intensif. Karena lahan pertanian intensif itu yang sering menjadi permasalahan kerusakan lahan pertanian kita,” katanya.

Maka dari itu, BBPP Binuang sampai saat ini pihaknya selalu konsisten melakukan pelatihan kepada petani dan penyuluh khususnya di Kalimantan.

“Pertanian ramah lingkungan secara ekonomi menguntungkan, diterima secara sosial budaya dan berisiko rendah, serta tidak merusak atau mengurangi fungsi lingkungan,” pungkasnya. (JK/AG/LB05).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *